Kenangan di Sadang Serang Malam ini, aku duduk di depan warung, jam sebelas, ditemani kopi yang perlahan mendingin. Hujan masih ragu untuk berhenti, dan aku memandang jalan yang tak pernah sepi. Di sini, di Sadang Serang, tempat orang-orang memotong jalan, dari Pahlawan menuju Simpang Dago, seperti aku dulu, saat pulang sekolah. Ada jejak langkah yang masih terasa, di trotoar basah, di lampu jalan temaram. Dulu aku tak sendiri, ada tangan yang kugenggam, ada tawa yang kini hanya gema dalam ingatan. Waktu melaju, tak bisa kucegah, dua tahun berlalu, dan kau menjadi asing. Seperti hujan yang jatuh tapi tak pernah kembali ke langit, kau pergi, meninggalkan basah di hati yang sunyi.
Postingan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Dua tahun sudah berlalu. Januari telah dua kali berganti. Seharusnya aku sudah lupa, sudah mengikhlaskan. Tapi entah kenapa, di tahun ini, semua kenangan itu kembali. Aku duduk di bangku kayu sebuah taman yang dulu sering kita datangi. Angin berembus pelan, membawa aroma hujan semalam yang masih menyisakan jejak di tanah. Aku menatap pohon besar di ujung jalan, tempat kita dulu berteduh sambil berbagi cerita yang tak pernah ada habisnya. Dulu, kita sering tertawa di sini. Tawa yang ringan, candaan yang terkadang tak masuk akal, dan obrolan-obrolan tak penting yang entah mengapa selalu membuat nyaman. Aku pikir semua itu sudah berlalu, terkubur bersama waktu. Tapi nyatanya, kenangan itu seperti daun kering yang diterbangkan angin—pergi sebentar, lalu kembali lagi ke tempat yang sama. Aku bertanya pada diriku sendiri, kenapa aku kembali ke sini? Bukankah aku sudah melepaskan? Bukankah aku sudah melangkah? Tapi semakin aku mencoba mencari jawaban, semaki...
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Melukis Ketidak mungkinan Di sebuah desa kecil yang terletak di antara lembah dan pegunungan, hiduplah seorang pelukis bernama Adi. Ia dikenal sebagai seniman yang karyanya penuh dengan warna dan emosi yang mampu membuat siapa saja terpana. Namun, semakin lama ia melukis, Adi merasa ada sesuatu yang hilang. Semua yang ia ciptakan terasa biasa saja baginya, seolah ia hanya menggambarkan hal-hal yang sudah terlihat oleh dunia. Suatu malam, saat duduk di depan kanvas kosong, Adi menatap langit berbintang. Ia bertanya pada dirinya sendiri, “Apa yang belum pernah dilukis oleh siapa pun? Apa yang tak mungkin diwujudkan dalam bentuk warna dan garis?” Pertanyaan itu terus bergema di benaknya, mendorongnya untuk mengejar sesuatu yang lebih dari sekadar keindahan visual. Keesokan harinya, ia memutuskan untuk memulai pro...
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Kumpulan puisi Mata Mata, jendela jiwa, penjaga rahasia dalam tatapan hening. Melukis cerita tanpa suara, menyimpan luka, bahagia, dan rindu yang berpusing. Dalam binarmu, ada bintang, berkedip seirama harapan. Dalam kelopaknya, ada hujan, mengalirkan duka yang tak terucapkan. Mata, penjaga waktu, merekam jejak langkah yang pernah hilang. Menatap masa depan, meski tertutup kabut keraguan. Mata, saksi bisu, tentang cinta yang tak sempat dijelaskan. Tentang perpisahan yang tak terelakkan, dan janji-janji yang hanya tertinggal bayangan. Oh, mata, kau adalah puisi tanpa kata. Menuturkan segalanya, tanpa perlu berbicara. Telinga Telinga, lengkung sunyi, tempat bisikan dunia bermuara. Menyerap irama pagi, hingga jerit malam yang penuh rahasia. Di dalammu tersimpan cerita, gumam lembut atau gelegar amarah. Nada-nada rindu, hingga gema janji yang perlahan punah. Telinga, penjaga bisik semesta, dengarkan nyanyian an...